Cari Blog Ini

Kamis, 20 Januari 2011

MEWUJUDKAN GENERASI BERKUALITAS MELALUI PEMBANGUNAN KELUARGA BERKETAHANAN

Memasuki era globalisasi, bangsa Indonesia menghadapi masalah dan tantangan yang sangat kompleks. Di satu sisi, secara internal kita masih belum mampu keluar dari krisis multidimensial yang telah berlangsung sejak tahun 1997. Sementara di sisi lain, secara eksternal kita dihadapkan pada realitas persaingan antar bangsa yang semakin meningkat dan kompetitif. Konon, kunci untuk mengatasi masalah dan menjawab tantangan tersebut, terletak pada kualitas sumber daya manusianya. Artinya, bila bangsa Indonesia mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara signifikan di era sekarang ini serta mewujudkan generasi yang berkualitas di masa mendatang, masalah dan tantangan bangsa tersebut, akan dapat diatasi dengan mudah. Pengalaman membuktikan, negara-negara di Asia Timur seperti Taiwan, Hongkong, Korea Selatan, dan Jepang mampu bangkit dari keterpurukan ekonomi dan sosial akibat perang dan kemiskinan sumber daya alam, dalam waktu yang relatif singkat karena tersedianya sumber daya manusia dengan kualitas yang memadai.
Persoalannya, menciptakan sumber daya manusia dan generasi masa depan yang berkualitas, bukanlah persoalan yang sederhana dan mudah. Karena selain membutuhkan strategi yang tepat dengan program-program yang memiliki daya ungkit tinggi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dibutuhkan perencanaan yang baik dan pengelolaan yang baik pula, juga dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tidak dapat dikesampingkan pula kemauan dan semangat untuk bekerja keras, rela berkorban, sabar, disiplin, jujur dengan mengedepankan unsur kebersamaan dan gotong royong.
Logikanya, mustahil bangsa ini akan mampu mewujudkan generasi berkualitas bila tidak ada keseriusan dari pemerintah, segenap komponen bangsa dan masyarakat untuk secara bersungguh-sungguh berupaya meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan kualitas sumber daya manusianya melalui pola pendidikan dan atau pembinaan yang tepat serta penanganan yang profesional. Hal ini mengisyaratkan, bangsa kita harus memiliki kemauan dan tekat yang kuat untuk membangun generasi yang tidak saja sehat, cerdas dan trampil, tetapi juga generasi yang tidak gagap teknologi, menghargai keterbukaan serta menjunjung tinggi nilai-nilai budaya, norma-norma sosial, dan aturan-aturan agama. Sebab tanpa berbekal kemauan dan tekat kuat yang diiringi dengan model pengelolaan yang tepat, upaya-upaya yang dilakukan meskipun dengan biaya yang besar dan melibatkan para ahli dibidangnya, hasilnya tidak akan pernah optimal bahkan akan cenderung mengalami kegagalan.
Berdasarkan analisis penulis, membangun atau membentuk generasi masa depan yang berkualitas, harus dimulai dengan mengkondisikan tiga lingkungan strategis, yakni sekolah, masyarakat dan tidak dapat dikesampingkan adalah keluarga. Mengapa keluarga? Karena keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama dikenal oleh setiap individu. Keluarga melalui delapan fungsinya yaitu fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan merupakan wahana persemaian nilai-nilai budaya bangsa dan norma agama yang sangat efektif untuk membangun karakter/kepribadian anak, disamping sebagai wahana ideal bagi setiap individu untuk berlatih ketrampilan, bersosialisasi maupun memompa kepercayaan diri. Karena dalam lingkungan keluarga, setiap individu dituntut tidak sekedar mampu memahami dan mengerti akan nilai, norma, ilmu dan ketrampilan, tetapi juga harus mampu pula untuk mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Persoalannya, keluarga yang bagaimanakah yang mampu dijadikan sebagai wahana pembentukan generasi yang berkualitas? Jawabnya adalah keluarga yang berketahanan. Keluarga berketahanan yang dimaksud sesuai UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera adalah keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materiil serta psikis mental-spiritual untuk hidup mandiri dan mengembangkan diri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Ini berarti, keluarga yang berketahanan harus memenuhi tiga syarat mutlak: (1) Keluarga yang bersangkutan harus didasari oleh perkawinan yang sah dan memiliki ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) Keluarga yang dibangun harus memiliki wawasan ke depan, bertanggung jawab dan berkomitmen tinggi untuk hidup mandiri, (3) Keluarga yang dibangun harus mampu hidup secara harmonis, memiliki jumlah anak yang ideal (dua anak lebih baik), sehat dan sejahtera. Ketiga syarat tersebut harus mampu dicapai oleh sebuah keluarga untuk mampu menjalankan fungsi-fungsi keluarga yang mencakup delapan fungsi. Sementara kemampuan keluarga dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga menjadi syarat yang harus dipenuhi agar keluarga yang bersangkutan dapat menjadi keluarga yang berketahanan.
Keluarga yang berketahanan akan menjadi wahana efektif untuk membentuk generasi yang berkualitas karena dalam lingkungan keluarga yang memiliki ketahanan tinggi, akan selalu mengedepankan enam aspek yang dapat dijadikan pegangan hidup bagi setiap individu yang ada didalamnya terutama anak sebagai calon generasi penerus keluarga, masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, membangun keluarga berketahanan juga harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
Pertama, aspek keagamaan. Dalam lingkungan keluarga yang berketahanan, aspek keagamaan harus menjadi landasan utama semenjak keluarga terbentuk. Sebab keluarga ini harus berprinsip, tanpa landasan agama yang cukup, keluarga tidak mungkin dapat melaksanakan fungsi keagamaan secara baik. Apalagi secara hakikat keluarga ini menyadari bahwa keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak serta anak dan anggota keluarga lainnya dalam kehidupan beragama. Ini berarti, pelaksanaan fungsi keagamaan dalam keluarga berketahanan bukan sekedar setiap anggota keluarga tahu tentang berbagai kaidah dan aturan hidup beragama, melainkan juga harus benar-benar merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, aspek sosial budaya. Salah satu tugas keluarga adalah sebagai institusi penerus kebudayaan dalam masyarakat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam konteks kedudukan keluarga sebagai penerus kebudayaan, keluarga yang berketahanan diharapkan memahami bahwa aspek sosial budaya memerlukan perhatian yang cukup ketika akan membangun sebuah keluarga. Artinya, keluarga harus dibangun dalam situasi yang kondusif dan memberikan kesempatan kepada seluruh angggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan. Untuk itu, dalam keluarga yang berketahanan, terutama pasangan suami istreri, akan selalu berupaya memantapkan budaya sendiri dalam koridor yang jelas, namun tetap mampu menyerap budaya asing yang positif dan mencegah yang negatif demi perkembangan masa depan keluarga.
Ketiga, aspek ekonomi. Pembangunan aspek ekonomi dalam keluarga berketahanan perlu selalu diupayakan secara optimal dalam rangka membangun keluarga yang mandiri secara ekonomi. Karena keluarga ini harus memiliki kesadaran bahwa keluarga berketahanan baru dapat terbentuk manakala keluarga yang bersangkutan telah memiliki landasan ekonomi yang kuat. Keberhasilan dalam aspek ini akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan aspek-aspek lain dalam keluarga. Keluarga ini telah dapat membayangkan, bagaimana mungkin sebuah keluarga yang berpenghasilan sangat rendah akan mampu mencukupi kebutuhan hidup secara layak, tanpa ada dukungan dari pihak lain atau berhutang kesana kemari. Kondisi ini jelas akan menimbulkan permasalahan sosial, budaya, lingkungan hidup dan kependudukan dalam arti luas.
Keempat, aspek biologis dan kesehatan. Pembangunan aspek biologis dan kesehatan selalu menjadi prioritas bagi keluarga yang menginginkan menjadi keluarga berketahanan. Karena keluarga ini harus berasumsi bahwa dalam kehidupannya, setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan. Salah satu kebutuhan yang cukup vital adalah kebutuhan biologis dan kebutuhan akan kesehatan. Kebutuhan biologis salah satunya menyangkut kepentingan fungsi reproduksi, dimana keinginan untuk memperoleh keturunan dan pemuasan nafsu biologis (seks) dapat terpenuhi dengan baik, selain kebutuhan biologis lainnya sebagai makhluk hidup. Sementara kebutuhan akan kesehatan menyangkut kepentingan perlunya hidup sehat, agar seluruh anggota keluarga dapat bekerja dan beraktivitas dengan baik serta dapat menikmati hasil-hasilnya dengan penuh kebahagiaan. Mengingat besarnya hubungan antara aspek biologis dan kesehatan, keluarga khususnya suami isteri dalam keluarga yang berketahanan, tidak menghadapinya secara biofisik belaka. Melainkan didasari pula oleh pandangan psikis maupun moral dan sosial.
Kelima, aspek pendidikan. Keluarga berketahanan seharusnya dapat mengerti sepenuhnya bahwa pendidikan dalam keluarga sangat penting diperhatikan untuk mencapai keluarga yang berketahanan tinggi. Apalagi keluarga ini juga mengetahui, bahwa Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, menyebut keluarga sebagai salah satu dari Tri Pusat Pendidikan. Itulah sebabnya keluarga yang berketahanan selalu berupaya memberdayakan diri agar mampu menjadi institusi yang handal dalam mencetak generasi penerus yang tidak saja sehat, cerdas, dan trampil, tetapi juga berbudi luhur serta bertaqwa kepada Tuhan YME. Sebagai institusi yang pertama kali dikenal anak, keluarga berketahanan akan selalu berupaya mengkondisikan diri agar menjadi tempat belajar yang menyenangkan bagi anak, tenang dan penuh kasih sayang. Sehingga anak akan menjadi generasi penerus yang dapat diharapkan perjuangannya dikemudian hari.
Keenam, aspek cinta kasih. Aspek ini juga perla mendapat perhatian lebih pada keluarga yang berketahanan karena keluarga ini mengetahui secara pasti bahwa tanpa komunikasi yang baik antara orangtua dan anaknya, antara anak dengan anggota keluarga lainnya, dan antara anak dengan lingkungannya, keluarga yang benar-benar berketahanan tidak akan terwujud Termasuk komunikasi disini adalah komunikasi anak dengan keseluruhan pribadinya, terutama pada saat anak masih kecil yang masih menghayati dunianya secara global dan belum terdirefensiasikan. Oleh karena itu, keluarga tersebut akan selalu berupaya membangun dan mempertahankan aspek cinta kasih dalam keluarga karena dirasa sangat penting untuk menjembatani upaya membangun keluarga berketahanan. Apalagi suasana yang penuh cinta kasih akan menjadi modal yang tidak ternilai harganya bagi keluarga yang berketahanan untuk membahagiakan anak dan mensejahterakan keluarga itu sendiri.
Selain keenam aspek tersebut, keluarga berketahanan juga akan selalu memperhatikan aspek-aspek lain yang terkait dan memiliki daya ungkit tinggi untuk mewujudkan generasi penerus yang berkualitas. Seperti aspek pembinaan lingkungan yang memfokuskan pada penciptaan hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara keluarga dan lingkungannya baik lingkungan fisik (alam) maupun lingkungan non fisik (budaya), dan aspek sosialisasi yang mengkhususkan hubungan antar anggota dalam satu keluarga dan antar anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya. Mengingat aspek sosialisasi ini mendapat perhatian yang cukup, maka dalam keluarga yang berketahanan akan terbentuk individu-individu yang tidak saja mampu berkomunikasi secara baik dengan anggota keluarga lainnya atau masyarakat luas, tetapi juga individu yang mampu bersosialisasi serta menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungannya.
Upaya mewujudkan generasi yang berkualitas saat ini dan dimasa mendatang menjadi sangat urgen untuk menjawab tantangan zaman seiring dengan datangnya era globalisasi dan modernisasi kehidupan. Di sini keluarga harus berani mengambil peran strategis untuk memberdayakan seluruh anggota keluarganya dengan memantapkan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga sebagai manifestasi sekaligus aktualisasi dari keluarga yang berketahanan.
Mendasarkan pada kenyataan tersebut, peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XV tahun ini yang secara nasional kita peringati 29 Juni 2008 lalu, hendaknya dapat dijadikan moment penting untuk menumbuhkembangkan keluarga-keluarga berketahanan sebagai wahana pembentukan generasi masa depan yang berkualitas. Tidak hanya generasi yang sehat, cerdas dan trampil, tetapi juga generasi yang berbudi pekerti luhur, menghargai nilai budaya bangsa, memiliki konsep diri yang baik, berkepribadian serta bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Terlebih tema yang diangkat dalam Harganas tahun ini adalah ”Dengan Semangat Gotong Royong Kita Wujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” sebagai aktualisasi upaya mewujudkan keluarga berketahanan. Di sisi lain, kita ketahui bahwa visi pembangunan keluarga berencana di Indonesia saat ini adalah “Seluruh Keluarga Ikut KB” dengan misi “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” yang berarti juga sejalan dengan upaya mewujudkan generasi berkualitas melalui pembangunan keluarga berketahanan.
Sekarang tinggal bagaimana kita bersikap. Menjadikan generasi masa depan kita tetap seperti apa adanya tanpa jaminan masa depan bangsa yang cerah penuh harapan, atau berupaya membangun keluarga yang berketahanan dengan sekuat tenaga untuk melahirkan generasi berkualitas demi terciptanya bangsa yang maju, sejahtera dan mandiri. Karena sekarang kita telah sama-sama sadar bahwa generasi berkualitas adalah jaminan masa depan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar