Cari Blog Ini

Kamis, 20 Januari 2011

MEMAHAMI PERKEMBANGAN MORAL ANAK

Hingga saat ini, masih banyak para orangtua yang kurang memahami perkembangan moral anak. Karena kekurangpahaman terhadap hal tersebut telah menyebabkan para orangtua tidak bijak dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak. Maksud tidak bijak disini cara yang ditempuh sering tidak mengindahkan prinsip-prinsip penanaman nilai moral sesuai dengan perkembangan anak. Tulisan ini menguraikan barangsedikit tentang hal-hal yang berkaitan dengan moralitas anak berikut bagaimana seharusnya para orangtua bersikap dan berperilaku agar penanaman nilai moral tersebut dapat berhasil dengan baik.
Istilah “moral” dari segi etimologis, menurut K. Prent berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan moral sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima oleh umum. Bermoral artinya, mempunyai pertimbangan baik buruk, berakhlak mulia. Piaget mendefinisikan moral sebagai dorongan kuat yang baik serta patuh terhadap peraturan-peraturan yang diikuti dengan tanggung jawab yang obyektif dan berkaitan erat dengan peraturan-peraturan yang sudah pasti.
Menurut Franz Magnis Suseno, kata moral selalu menunjuk pola manusia sebagai manusia. Norma moral adalah norma untuk mengukur betul salahnya suatu tindakan manusia sebagai manusia, bukan untuk mengukur betul salahnya tindakan manusia yang berkaitan dengan kecakapan atau keterampilannya dalam suatu pekerjaan tertentu.
Moral berkaitan dengan nilai, norma dan tata aturan yang berakar pada pengendalian dari dalam diri sendiri (self control). Sedangkan kata moral sendiri berasal dari kata mores dalam bahasa latin yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, kebiasaan.
Tingkah laku yang bermoral menurut Gunarsa ialah tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai tata cara/adat yang ada dalam suatu kelompok Nilai-nilai adat ini mungkin berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Bahkan di dalam suatu masyarakat mungkin terdapat bermacam-macam batasan mengenai nilai-nilai moral. Hal ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan suatu kelompok sosial atau masyarakat.
Tahap–tahap perkembangan moral menurut John Dewey yang kemudian dijabarkan oleh Jean Piaget dalam bukunya Kohlberg tahun 1995 mengemukakan tiga tahap perkembangan moral :
a. Tahap Pramoral, ditandai bahwa anak belum menyadari keterikatannya pada aturan.
b. Tahap Konvensional, ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan ketaatan pada kekuasaan.
c. Tahap Otonom, ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada aturan yang didasarkan pada resiprositas.
Tahap perkembangan moral pada remaja sendiri merupakan tahap transisi dari tahap Pramoral – Konvensional ke tahap Otonom, dimana pada masa remaja ini terjadi proses pencarian jati diri dalam pembentukan sikap dan karakter nilai moral dimana remaja sudah mulai mengerti akan tata nilai dan mengembangkan tata aturan nilai baru dalam menumbuhkan identitas serta realitas baru kehidupan remaja.
Karakteristik perkembangan moral remaja yang paling menonjol seiring perkembangan fisik, psikologi, dan kognitifnya adalah kemampuan berfikir abstrak, logis, dan analis sehingga mampu menciptakan pemikiran-pemikiran yang kritis namun tetap idealis. Sikap kritis dan idealis ini kadang bergolak pada sikap remaja yang menentang pada pola baku yang berkembang pada keluarga, lingkungan, bahkan masyarakat termasuk di dalamnya tata nilai tradisi dan adat istiadat.
Perkembangan nilai moral remaja merupakan sikap yang masih sangat labil dalam pola pikir dan implementasinya secara pribadi, remaja cenderung kritis terhadap situasi realitas di luar dirinya sendiri namun kadang acuh terhadap sikap dan pribadinya yang terkait yang sering tidak bertanggung jawab. Karakter remaja yang suka menentang ini hanya hanya bersifat sementara karena pengaruh gejolak perubahan psikis dan intelektual menuju ke arah pendewasaan berfikir dan bersikap ke arah moralitas yang lebih matang dan otonom.
Perkembangan nilai moral remaja merupakan interaksi dan inklusivitas antara perkembangan psikis dan intelektual dengan pengalaman-pengalaman pada realitas keluarga, lingkungan dan masyarakat. Kemampuan berfikir dan bersikap akan menstimulus remaja pada kemampuan menilai baik dan buruk serta salah dan benar terhadap suatu tatanan sosial. Perkembangan moral pada remaja memiliki perbedaan tersendiri pada tiap individu berkait dengan kemampuan fisik, psikis dan kognitifnya serta keberadaan lingkungan di mana remaja tumbuh. Seorang remaja yang berkembang pada lingkungan kondusif (lingkungan santri, terdidik, daerah aman, strata sosial baik) serta kemampuan fisik, psikis, dan kognitif yang baik akan memiliki standar nilai moral yang cukup tinggi, sebaliknya remaja yang tumbuh pada lingkungan yang kurang kondusif (daerah kriminal, lokalisasi, daerah perjudian, lingkungan kumuh, dan lain-lain)serta aspek fisik, psikis dan intelektual rendah juga akan memiliki standar nilai moral yang rendah pula.
Satu hal yang perlu dipahami bahwa perkembangan nilai moral akan selalu terkait erat dengan budi pekerti. Karena nilai-nilai yang terkandung dalam pesan moral adalah pembentuk budi pekerti secara keseluruhan. Menurut Edi Sedyawati, dkk budi pekerti sering diartikan sebagai moralitas yang mengandung pengertian antara lain adat istiadat, sopan santun, dan perilaku. Sebagai perilaku, budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh perilaku itu. Jadi budi pekerti dapat berlaku bermacam-macam, tergantung situasinya. Sikap dan perilaku itu mengandung lima jangkauan sebagai berikut:
1. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan.
2. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan diri sendiri.
3. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan keluarga.
4. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan masyarakat dan bangsa.
5. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan alam sekitar.
Pengembangan nilai moral dan budi pekerti pada anak remaja menjadi sangat penting khususnya implikasinya bagi pendidikan guna menciptakan generasi penerus bangsa yang tidak hanya maju secara intelektual namun juga kokoh dalam nilai moral dan kepribadian yang berbudi pekerti, namun sayangnya pendidikan kita masih lebih mengedepankan aspek-aspek kognitif dibanding aspek-aspek psikomotorik maupun afektif.
Erny Trisusilaningsih, dalam penelitiannya tentang pengaruh pola asuh orangtua terhadap perkembangan moral anak di TK ABA Sidomulyo menyimpulkan bahwa model pengasuhan dan pembinaan anak yang demokratis, akan menumbuhkan sikap dan perilaku yang positif pada anak seperti: kematangan jiwa baik, emosi stabil, memiliki rasa tanggung jawab yang besar, mudah berkerja sama dengan orang lain, mudah menerima saran orang lain, mudah diatur dan taat aturan atas kesadaran sendiri. Sementara model pola asuh yang lainnya akan cenderung menghasilkan anak remaja dengan ciri kurang matang, kurang kreatif dan inisiatif, tidak tegas dalam menentukan baik buruk, benar salah, suka menyendiri, kurang supel dalam pergaulan, ragu-ragu dalam bertindak atau mengambil keputusan karena takut dimarahi. Atau mungkin justru anak remaja akan menunjukkan gejala cenderung terlalu bebas dan sering tidak mengindahkan aturan, kurang rajin beribadah, cenderung tidak sopan, bersikap agresif, sering mengganggu orang lain, sulit diajak bekerja sama, sulit menyesuaikan diri dan emosi kurang stabil.
Selanjutnya berdasarkan Sumarwi Astuti (2008) dapat diketahui bahwa pola asuh orangtua yang bersifat demokratis akan membawa kecenderungan anak pada perilaku sebagai berikut: (1) Selalu mempunyai kepercayaan diri (56,67%); (2) Tidak mudah putus asa (63,33%); (3) Tidak pernah menentang (66,67%); (4) Tidak cengeng, tidak pernah menyendiri (60,00%); (5) Tidak pernah melanggar aturan (60,00%); (6) Tidak pernah mengatur dan dapat menyesuaikan diri. Sementara orangtua dengan pola asuh yang bersifat otoriter akan membawa kecenderungan anak pada perilaku: (1) Kurang percaya diri (23,33%); (2) Kadang-kadang putus asa (16,67%); (3) Kadang-kadang menentang (13,33%); (4) Kadang-kadang cengeng (23,33%), (5) Kadang-kadang menyendiri (23,33%); (6) Kadang-kadang melanggar aturan (20,00%), (7) Kadang-kadang mengatur teman (23,33%); dan (8) Kurang dapat menyesuaikan diri dengan teman/lingkungannya (20,00%) Sedangkan orangtua dengan pola asuh permisif akan membawa kecenderungan anak pada perilaku: (1) Tidak percaya diri (30%); (2) Mudah putus asa (20,00%); (3) Mudah menentang (20%); (4) Mudah menangis (23,33%); (5) Suka menyendiri (16,67%); (6) Suka melanggar aturan (20,00%); (7) Suka mengatur orang lain (200%); (8) dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan oranglain (26,67%).
Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa orangtua terutama ibu memiliki peran penting dalam pengasuhan dan pembinaan terhadap anak. Sebab orangtua merupakan guru yang pertama dan utama bagi anak. Orangtua melalui fungsi sosialisasi dan pedidikan dalam keluarga merupakan lingkungan pertama yang diterima anak, sekaligus sebagai pondasi bagi perkembangan pribadi anak di mana aspek moral terdapat di dalamnya. Orang yang menyadari peran dan fungsinya, akan mampu menempatkan diri secara lebih baik dan menerapkan pola asuh dan pembinaan secara lebih tepat.
Pola asuh orangtua akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral yang terjadi pada seorang anak. Oleh sebab itulah tumbuh kembang seorang anak tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sosial dan kepribadian seseorang. Dengan pola asuh yang otoriter akan menyebabkan terjadinya jarak antara orangtua dan anak karena hubungan yang tidak hangat. Anak akan menunjukkan rasa kurang puas, menarik diri dan susah percaya pada orang lain. Selanjutnya orangtua yang menerapkan pola asuh permisif akan menyebabkan anak kurang mampu mengontrol diri dan berbuat semaunya serta sering mengabaikan/melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis akan menumbuhkan jiwa yang matang pada anak. Anak akan menunjukkan perilaku yang baik dan bertanggung jawab.
Hal tersebut berarti, pemilihan pola asuh yang baik (demokratis) memiliki peranan yang sangat besar dalam rangka menunjang perkembangan moral anak menuju ke arah yang lebih baik. Dalam arti, selain memiliki sifat-sifat yang baik, juga ditunjang oleh rasa peduli terhadap sesama dan alam selain memiliki tingkat ketaqwaan baik terhadap Tuhan YME.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar