Cari Blog Ini

Kamis, 20 Januari 2011

HARGANAS, PEMBANGUNAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA

Di tengah gema program KB yang  akhir-akhir ini terdengar makin sayup sayup saja, peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XVI Tahun 2009 mengambil tema sentral “Dengan Semangat Harganas Kita Bangkitkan Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana” dengan motto “Melalui Keluarga Membangun Bangsa untuk Mencapai MDGs”.  Dengan tema sentral tersebut, secara implisit kita dapat mengetahui bahwa peringatan Harganas tahun ini dipadukan dengan peringatan Hari Kependudukan Dunia (World population Day) dan International Conference on Population and Development (ICPD) + 15. Hal ini sangat muda dibaca dari tujuan peringatan itu sendiri, yakni: (1) Meningkatkan komitmen Pemerintah, Legislatif dan Yudikatif untuk melanjutkan dan mengembangkan pembangunan keluarga kecil bahagia sejahtera seperti yag diharapkan dalam pelaksanaan MDGs, (2) Meningkatkan kepedulian dan peran serta tokoh dan lembaga masyarakat untuk terus dan berkesinambungan peduli akan pelaksanaan program KB dalam upaya membangun keluarga kecil bahagia dan sejahtera, (3) Meningkatkan peran keluarga dalam pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga sebagai dasar ketahanan keluarga yang tangguh, (4) Meningkatkan kesiapan keluarga dalam menghadapi permasalahan yang melingkupi kehidupan keluarga. dan (5) Meningkatkan pemahaman dan pelaksaaan hak-hak reproduksi untuk mempercepat pencapaian ICPD lima tahun mendatang.
Melalui tema dan moto tersebut, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pengampu program Keluarga Berencana (KB)  berharap momentum Harganas menjadi momentum strategis untuk mengingatkan kita akan pentingnya keluarga sebagai wadah tumbuh kembangnya setiap anak bangsa, baik secara fisik, mental maupun moral, untuk menjadi manusia paripurna, bagi kepentingan keluarganya sendiri maupun kepentingan bangsa dan negara. Selain itu juga untuk meningkatkan komitmen kita bersama dalam melanjutkan dan mengembangkan  pembangunan keluarga kecil bahagia dan sejahtera seperti yang diharapkan dalam pelaksanaan Millenium Development Goals (MDGs) sebagai upaya menekan angka kemiskinan/kelaparan, mengurangi kematian ibu dan anak, mempromosikan kesetaraan gender, serta mengatasi HIV/AIDS dan berbagai penyakit lainnya yang selama ini telah menggerogoti sendi sendi  ketahanan sebuah keluarga, masyarakat dan bangsa.
Diakui atau tidak, tema dan motto Harganas yang digemakan tahun ini, memang sangat relevan dengan situasi sekarang. Apa pasal? Setidaknya ada dua alasan yang mendasarinya. Pertama, Pemerintah  berkewajiban memantapkan pembangunan penduduk sebagai sumber daya insani yang dapat diandalkan untuk membangun bangsa. Hal ini perlu dilakukan dengan cara lebih serius dalam menangani persoalan pengelolaan penduduk. Misalnya dengan membentuk lembaga kependudukan. Lembaga kependudukan yang terbentuk nantinya harus sinergi dengan BKKBN yang memiliki strategi menekan laju pertumbuhan penduduk melalui program KB dan berorientasi pada penggunaan kontrasepsi modern.  Sejarah membuktikan, tatkala persoalan penduduk  dan keluarga menjadi prioritas garapan pemeritah dan ditangani secara sinergis oleh Kementerian Kependudukan bersama BKKBN dan dipegang oleh seorang Menteri Negara di era tahun 1990 an, permasalahan penduduk dan keluarga dengan segala karakteristiknya dapat dikondisikan sehingga tidak menghambat upaya pembangunan di segala bidang. Sementara itu, belakangan ini kita dihadapkan pada ancaman yang sangat nyata di depan mata kita yaitu “baby boom” tahap kedua.
Kedua, seiring dengan pemberlakuan otonomi daerah tampak sekali nafas program KB jauh mengendor dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Mengendornya nafas program KB perlu segera diantisipasi dengan memperkuat komitmen para kepala daerah dan stakeholders lainnya sebagai pembuat kebijakan di satu sisi, menambah jumlah Penyuluh KB untuk menggantikan  yang mutasi/pensiun dan meningkatkan dukungan operasional di sisi lainnya. Para pengelola program KB juga harus berupaya memotivasi kader Intitusi Masyarakat Pedesaan (IMP) yang selama ini menjadi tulang punggung pengelolaan KB di lini lapangan seiring dengan berkurangnya intensitas pembinaan oleh Penyuluh KB  karena keterbatasan personil. Karena bila tidak segera diantisipas,  nafas program KB yang mengendor, akan membawa kecendurungan di banyak keluarga untuk mengabaikan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) sebagai norma hidup yang menjadi pegangan untuk mencapai cita-cita keluarga menuju kehidupan masa depan  yang lebih baik.
Terlepas dari persoalan yang melingkupi, kita sangat menyadari bahwa penduduk ibarat dua sisi mata uang dengan pembangunan. Penduduk akan menjadi modal pembangunan yang dahsyat bila kualitasnya memadai. Sebaliknya, penduduk akan menjadi beban pembangunan yang tidak kalah dahsyatnya manakala kualitasnya rendah. Realitas ini mengandung makna apalah artinya memiliki jumlah penduduk yang besar bila kualitasnya rendah. Karena mereka akan menjadi “pemangsa”  hasil-hasil pembangunan itu sendiri, lebih-lebih penduduk yang besar ini tanpa ada pengendalian laju pertumbuhannya. Sementara untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, hingga saat ini tiada metode atau cara yang efektif dan dapat dipertanggungjawabkan kecuali dengan mengintensifkan program KB. Tentang efektivitas program KB dalam rangka pengendalian jumlah penduduk, telah diakui oleh bangsa-bangsa di dunia. Hal ini dapat dirunut dari sejarah pertumbuhan penduduk dunia yang awalnya begitu cepat sebelum adanya program KB, menjadi jauh lebih lambat setelah program KB dijalankan oleh banyak negara.
Dilihat dari sisi sejarah, pertumbuhan penduduk dunia yang pesat terjadi semenjak revolusi industri di Inggris menjelang tahun 1750. Sejak saat itu perkembangan penduduk dunia dari abad ke abad menunjukkan pertumbuhan semakin cepat. Jika pada abad ke-17 jumlah penduduk dunia 623 juta jiwa, satu abad kemudian jumlah penduduk menjadi 906 juta, dan pada abad ke-19 telah membengkak menjadi 1.608 juta jiwa. Lebih mengejutkan lagi menurut catatan Demographic Yearbook and Reference Bureu Inc., pada tahun 1950 telah menunjukkan jumlah 2.509 juta jiwa yang berarti hampir 2 kali lipat. Bahkan pada tahun 1965 jumlah penduduk dunia telah menjadi lebih dari 3 milyar jiwa.
Namun semenjak dekade 1965 dan 1975 dengan dijalankannya program KB hampir di seluruh negara, penurunan dari kesuburan penduduk ini cukup mengagetkan. Turunnya jumlah penduduk dari yang semestinya ternyata telah menjadi kecenderungan baik di negara yang telah maju maupun sedang berkembang. Dalam artikel yang pernah dtulis oleh Donald J. Bogue dan Amy Ong T’sui dalam majalah The Public Interest, disebutkan bahwa selama 7 tahun saja, yakni dari tahun 1968 hingga 1975 angka kesuburan total dunia telah turun sebesar 12 persen  yakni dari Total Fertilty Rate (TFR) sebesar 4,635 menjadi 4,068) yang berarti setiap keluarga bertambah kecil 0,5 anak. Besar perubahan ini tidak sama di setiap negara, tetapi kebanyakan negara-negara di benua  Afrika mencatat jumlah penurunan yang meyakinkan, dan menunjukkan gejala semakin nyata untuk masa-masa mendatang. Atas dasar itu, mereka berani meramalkan bahwa pada tahun 2025 nanti penduduk dunia hampir tidak bertambah lagi.
Di Indonesia sendiri, selama kurun waktu 39 tahun,  sejak dicanangkan pemerintah sebagai salah satu prioritas program pembangunan pada tahun 1970,  program KB mampu menekan Total Fertility Rate (TFR) lebih dari setengah dari kondisi pada awal program. Jika pada tahun 1970 lalu TFR masih sebesar 5,6 anak, maka kini sudah turun menjadi 2,6 per ibu. Penurunan TFR ini telah menyebabkan laju pertumbuhan penduduk turun dari 2,3 per tahun menjadi 1,39 persen pada saat sekarang. TFR sendiri merupakan jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang Wanita Usia Subur (WUS) selama masa suburnya.
Seiring dengan penurunan TFR karena keberhasilan pemerintah dalam menggalakkan program KB di masyarakat, Indonesia selama kurun waktu 1970 – 2000 telah mampu menekan kelahiran sekitar 80 juta jiwa. Buah dari kerja keras yang fantastis!  Besarnya jumlah kelahiran yang dapat ditekan ini,  bisa dirunut dari pernyataan Prof. Dr. Widjojo Nitisastro sebagai Ketua Bappenas pada saat Repelita I dirumuskan.  Beliau  memprediksi,  jumlah penduduk Indonesia di tahun 2000 diperkirakan mencapai 280 juta jiwa dengan angka pertumbuhan yang begitu tinggi. Namun berkat program KB yang ditangani secara serius, pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia dapat ditekan menjadi ”hanya 200 juta” dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif rendah.
Yang kemudian menjadi pemikiran kita adalah bagaimana mengkondisikan penduduk itu agar berada dalam kondisi sehat dan berkualitas sekaligus menjadi sumber daya manusia yang potensial untuk mendukung pembangunan. Sekarang ini penduduk kita telah mencapai angka sekitar 230 juta jiwa. Namun dari jumlah tersebut, menurut catatan Badan Pusat Statistik (2008) tidak kurang dari  35 juta penduduk berada dalam garis kemiskinan. Sementara hasil Pendataan Keluarga Tahun 2007 yang dilakukan oleh BKKBN menunjukkan  bahwa 46,7 persen dari 57,5 juta keluarga di Indonesia berada dalam kondisi Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera (KS) I. Ini berarti, tugas berat terkait upaya pemberdayaan penduduk dan keluarga di negara kita harus segera dituntaskan agar tidak menjadi beban pembangunan mengingat dimensi kualitas selalu menjadi persoalan yang menggelayuti bangsa kita. Terlebih dilihat dari Human Development Indeks (HDI), posisi Indonesia saat ini terbilang masih sangat rendah, yakni pada posisi 107 dari 177 negara di dunia. Kondisi tersebut jelas sangat memprihatinkan dan memerlukan perhatian serta penanganan yang seksama, sungguh dan berkelanjutan.
Pembangunan penduduk dan keluarga, seiring dengan upaya mewujudkan target MDGs di Indonesia, patut didukung bersama. Apalagi dalam rangka mengendalian kuantitas dan peningkatan kualitas penduduk, bangsa kita telah cukup lama menerapkan konsep pembangunan berwawasan kependudukan (people centered development) dan pembangunan pemberdayaan keluarga (family centered development). Dengan konsep pembangunan berwawasan kependudukan, penduduk dilihat secara utuh dengan lima matranya, yaitu sebagai diri pribadi yang unik, sebagai anggota keluarga, sebagai anggota masyarakat, sebagai warga negara dan sebagai himpunan kuantitas. Sementara dengan konsep pembangunan keluarga, keluarga dipandang sebagai wahana strategis dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) potensial yang akan melahirkan manusia-manusia pembangunan yang handal di segala bidang. Logikanya, keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki peran yang demikian penting dalam menentukan kualitas SDM secara umum, mengingat keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan pertama bagi setiap individu. Karenanya, untuk mewujudkan SDM yang potensial, peran keluarga sangatlah urgen.
Tentang target MDGs sendiri, setidaknya terdapat 21 target kuantitatif yang dapat diukur oleh 60 indikator. Ke-21 target tersebut terangkum dalam 8 tujuan pembangunan milenium, yakni: (1) Memberantas kemiskinan ekstrim dan kelaparan, (2) Dicapainya pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal, (3) Memajukan kesetaraan gender, (4) Mengurangi tingkat mortalitas anak, (5) Memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil, (6) Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain, (7) Menjamin kelestarian lingkungan dan (8) Menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan. Tujuan pembangunan milenium adalah sebagai respon atas permasalahan perkembangan global, yang kesemuanya harus tercapai pada tahun 2015.  Tujuan Pembangunan Milenium adalah hasil dari aksi yang terkandung dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangani oleh 147 kepala negara dan pemerintahan pada UN Millennium Summit yang diadakan di New York, Amerika Serikat  pada bulan September tahun 2000.
Dengan demikian, tepatlah kiranya bila melalui peringatan Harganas XVI Tahun 2009 ini kita bangkitkan kembali semangat pembangunan kependudukan dan KB sebagai bagian dari upaya mewujudkan keluarga, masyarakat, dan bangsa yang  sejahtera dan  mandiri. Terlebih pembangunan kependudukan dan KB telah menjadi prioritas di banyak negara berkembang yang ingin bergerak menjadi negara  yang memiliki ketahanan tinggi dalam segala aspek kehidupannya. Melalui pemaduan peringatan Harganas dengan Hari Kependudukan Dunia dan peringatan International Conference on Population and Development (ICPD) + 15 tahun 2009, kita tentu berharap penyelenggaraan peringatan  Harganas tahun ini akan memiliki daya ungkit yang besar dalam meningkatkan komitmen bersama sekaligus menggelorakan semangat pemerintah dan segenap komponen bangsa untuk membangun penduduk dan keluarga melalui upaya revitalisasi yang efektif.  Semoga semua harapan itu  terkabul. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar